SELAMAT JALAN, SANG PUJANGGA!
In Memoriam WS Rendra
I
Aku seakan gagap menafsirkan kehilangan ini,
Daun-daun mengirimkan talkin
Barangkali bukan talkin
Tapi salam yang bercampur airmata
Kata-katamu telah menjadi bunga
Bunga itu adalah puisi yang tertulis di langit beludru
yang mengajarkan untuk menjadi manusia
agar sanggup memaknai rumput
dan ujung rambutku sendiri
II
Selamat jalan, Empu yang bermukim di angin!
Karena kau punya kata
yang menampung benih sejarah, perihnya darah
Kau tersenyum melihat pintu penjara
Karena bagimu ”Bencana dan keberuntungan sama saja”
Aku tidak menyaksikan saat kau melepas nyawa
Tapi kau pasti tersenyum, pasti tersenyum
untuk orang-orang tercinta
Karena cintamu tak pernah berdusta
Karena tanah air sudah jadi kekasih
Senyummu akan hidup bersama ricik air sungai
Bersama mega yang menyiapkan hujan
Selamat jalan, Mas Willy!
Cintamu kepada orang yang terluka
Akan segera berwujud mutiara
Batang Batang 7 Agustus 2009
BERGURU KEPADA RENDRA
Berguru kepada Rendra, alam terkembang jadi Sumatra
Jadi Indonesia, kemudian bulat jadi Dunia
Ini baru nyanyian, bukan rumus atau ramalan
Karena rumus dan ramalan sudah banyak yang tumbang
Memang bulat dunia, kita menanam karena
Percaya, karena mendengar tv berkata,
Yang di luar pagar tak pantas dibaca,
Tak pantas dibeli, berjayalah
Dengan membeli, berhutanglah untuk bergengsi
Gengsi, yang membuat orang berlayar tak berkemudi
Telah menabur keyakinan
Dengan menabuh tambur-tambur mimpi
Dan aku sedih, engkau pun perih
Anak-anak miskin nonton kemewahan di layar kaca
”Tak ada larangan si miskin bermimpi
Atau nonton kemilau yang meluap
Kalau mereka tengkurap atau tiarap
Akan menjadi kuda bendi yang tak tahu kanan kiri”
Sungai yang dipahami sebagai harga diri
Gemerlapan bagai kembang api
Telah memberi gembok bagi nurani
Berguru kepada Rendra, alam terkembang meludahiku
Aku kembali kepada Saijah
Yang selalu hadir untuk ditindas
Sungai menangis mengangkut airmata ke muara
Menangisi diriku yang cuma gelagas
Bukan lobak dan bukan talas
Aku sadar, hati yang lidas
Harus menetas, harus berkemas
Tanah Datar 2008
D. Zawawi Imron, penyair Sumenep, Madura. Dapat gelar: Celurit Mas
http://sastra-indonesia.com/2009/08/puisi-puisi-d-zawawi-imron/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar